Kathmandu, Lensapolri.com – Aksi unjuk rasa menuntut pencabutan blokir media sosial dan pemberantasan korupsi berakhir ricuh. Massa bahkan membakar rumah pejabat, kantor kepresidenan, hingga melakukan penjarahan di Kathmandu dan wilayah lain pada Rabu (10/9/2025).
Angkatan Darat Nepal melaporkan, sebanyak 27 orang ditangkap antara pukul 22.00 malam waktu setempat, Selasa (10/9/2025), hingga pukul 10.00 pagi hari berikutnya. Mereka diduga terlibat penjarahan, pembakaran, dan aksi anarkis lain di berbagai daerah, termasuk Kathmandu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasukan keamanan juga mengerahkan tiga unit mobil pemadam kebakaran untuk menjinakkan api selama kerusuhan. Di wilayah Gausala–Chabahil–Bouddha, Kathmandu, aparat menyita uang tunai hasil jarahan sebesar NPR 3,37 juta (sekitar Rp 393 juta) dari para tersangka. Selain itu, total 31 pucuk senjata api berbagai jenis disita di Kathmandu dan Pokhara.
Akibat kerusuhan tersebut, 24 anggota kepolisian Nepal dan tiga warga sipil mengalami luka-luka. Seluruh korban kini menjalani perawatan di rumah sakit militer. Pihak militer juga menyerukan agar masyarakat segera mengembalikan senjata, amunisi, maupun perlengkapan keamanan yang dijarah, serta melaporkan bila menemukan penyalahgunaan senjata.
Kerusuhan turut menelan korban jiwa dari kalangan keluarga pejabat. Istri mantan Perdana Menteri Nepal Jhalanath Khanal, Rajyalaxmi Chitrakar, tewas akibat luka bakar parah setelah rumahnya di Kathmandu dibakar massa, Rabu (10/9) dini hari. Menurut sumber keluarga yang dikutip Times of India, Chitrakar sempat dilarikan ke Rumah Sakit Kirtipur Burn dalam kondisi kritis, namun nyawanya tak tertolong.
Situasi di Kathmandu kini dijaga ketat oleh tentara. Pada Kamis (11/9/2025), patroli militer terlihat di sejumlah jalan utama, lengkap dengan pos pemeriksaan kendaraan. “Hari ini tenang, tapi tentara ada di jalanan,” ujar seorang prajurit Nepal yang enggan disebutkan namanya, dikutip AFP.
Panglima Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, mendesak agar perundingan dijadikan jalan keluar. “Untuk memberikan resolusi damai kepada bangsa, kami mengimbau semua pihak yang terlibat protes untuk menghentikan aksinya dan memilih jalur dialog,” ujarnya.
Kerusuhan ini juga memicu krisis politik di Nepal. Wali Kota Kathmandu, Balendra Shah, mulai muncul sebagai figur calon pemimpin baru. Berusia 35 tahun, Shah sebelumnya dikenal sebagai rapper dengan gaya khas serba hitam dan kacamata gelap.
Setelah Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri, banyak dukungan di media sosial menginginkan Shah menjadi kepala pemerintahan baru. “Kau harus menjadi PM baru kami,” tulis seorang pengguna X, Rewant Adhikari, seperti dikutip Reuters.
Dukungan terhadap Shah tak hanya datang dari generasi muda, tetapi juga dari kalangan elite. Mantan hakim Mahkamah Agung sekaligus ahli konstitusi Nepal, Balakaram KC, menyebut Shah layak menjadi representasi generasi muda dalam perundingan dengan Presiden Ram Chandra Poudel untuk menentukan arah politik Nepal ke depan.
(Arif)






