JAKARTA, – Siapa sangka, setiap tetes hujan yang jatuh di ibu kota ternyata membawa jejak kelalaian manusia. Penelitian terbaru dari BMKG, IPB University, dan BRIN mengungkap kenyataan mencengangkan: air hujan di Jakarta kini mengandung mikroplastik partikel plastik super halus yang nyaris tak terlihat, namun berpotensi mencemari udara, air, dan bahkan tubuh manusia.
Menurut BMKG, mikroplastik di langit Jakarta bukan hanya berasal dari wilayah kota itu sendiri. “Partikel ini bisa berpindah antar daerah melalui udara, menumpang angin, sebelum akhirnya turun ke permukaan bumi,” ujar Dwi Atmoko, Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika, dalam media briefing di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Dwi menjelaskan bahwa mikroplastik kini menjadi bagian dari sistem atmosfer, masuk dalam kategori aerosol partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara. Ia menegaskan, partikel itu bisa datang dari berbagai sumber: percikan ombak laut, abu vulkanik, hingga aktivitas manusia seperti pembakaran sampah, asap kendaraan, dan penggunaan parfum semprot. “Semua itu melepaskan partikel halus yang akhirnya beterbangan ke langit,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Yang lebih mencengangkan, mikroplastik dapat berpindah ribuan kilometer mengikuti arah angin, lalu jatuh kembali ke bumi melalui dua mekanisme: deposisi kering (karena gravitasi) dan deposisi basah (bersama hujan). Dalam kedua proses itu, partikel plastik halus menempel di daun, bangunan, air, bahkan permukaan kulit manusia.
Sementara itu, Prof. Etty Riani, Guru Besar IPB University, menyebut fenomena ini sah secara ilmiah dan sangat mengkhawatirkan. “Hujan kini bukan lagi simbol kesucian alam. Ia telah berubah menjadi cermin polusi kehidupan modern,” ujarnya dalam rilis IPB University, Senin (20/10/2025). Mikroplastik, kata Etty, berasal dari gesekan ban kendaraan, serat pakaian sintetis, hingga pelapukan sampah plastik yang terbawa angin. “Hujan berperan seperti mesin pencuci udara, tapi yang tersisa bukan kebersihan melainkan partikel beracun yang tak kasat mata,” tegasnya.
Lebih jauh, Etty menyoroti gaya hidup manusia modern yang bergantung pada plastik dari pagi hingga malam. “Semua itu akhirnya kembali pada kita dalam bentuk partikel halus yang kita hirup, minum, bahkan makan,” katanya. Ia mendorong penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemar lingkungan. “Plastik bukan hanya masalah lingkungan ini sudah menjadi ancaman kesehatan global. Kandungan aditif di dalamnya bisa memicu gangguan hormon dan kanker,” ujarnya tajam.
Fakta serupa juga diungkap oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peneliti Muhammad Reza Cordova menyebut bahwa setiap sampel air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik, dengan laju deposisi mencapai 15 partikel per meter persegi per hari. “Siklus plastik kini telah menembus atmosfer. Ia naik ke langit, berputar bersama angin, lalu turun lagi melalui hujan. Langit Jakarta sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya,” kata Reza dalam rilis BRIN, Sabtu (18/10/2025).
Fenomena “hujan plastik” ini menjadi peringatan keras bagi semua. Plastik yang dibuang sembarangan tidak lenyap — ia hanya berubah bentuk, lebih kecil, lebih diam, dan lebih mematikan. Jakarta kini tak hanya diselimuti polusi udara, tapi juga diselimuti partikel plastik tak kasat mata yang setiap hari menyusup ke paru-paru dan lautan kita.***






